APRESIASI PUISI - MEDIA PEMBELAJARAN AMANDA MEUTIA

Breaking

Home Top Ad

Responsive Ads Here

Post Top Ad

Responsive Ads Here

Rabu, 03 April 2019

APRESIASI PUISI


A. Pengertian Apresiasi
Sastra adalah hasil kegiatan kreatif manusia dalam mengungkapkan penghayatannya dengan menggunakan bahasa. Jika diteliti pengertian tersebut ada dua pernyataan yang menjelaskan istilah sastra. Pertama, “mengungkapkan penghayatan” dan yang kedua “kegiatan kreatif”. Mengungkapkan penghayatan menyiratkan bahwa sastra itu berawal dari penghayatan terhadap sesuatu yang kemudian diungkapkan dengan menggunakan bahasa. Penghayatan itu bisa terhadap benda-benda, atau hal lain termasuk karya sastra lain. “Mengungkapkan penghayatan” yang menghasilkan karya sastra diperlukan kreativitas. Tanpa kreativitas tidak akan lahir karya seni.
Apresiasi sastra, adalah  kegiatan untuk mengakrabi karya sastra dengan sungguh-sungguh. Di dalam mengakrabi terjadi proses pengenalan, pemahaman, penghayatan, dan setelah itu penerapan.
 Dalam proses pengenalan, penonton atau  pembaca akan mulai  menemukan ciri-ciri umum yang tampak, misalnya kita sudah mengenal  judul, pengarang, atau bentuk karya sastra umum. Dengan kata lain, proses pengenalan pembaca atau penonton sudah mengenal judul dari puisi, mengenal siapa pengarang puisi atau jenis sastra lain seperti novel, cerpen, dan drama. Setelah  proses pengenalan akan timbul keinginan untuk mengetahui lebih lanjut tentang karya tersebut.
Pemahaman, kadang apresiator mudah untuk memahami kadang pula sulit. Jika   hal ini terjadi perlu ditempuh upaya untuk mencapainya. Umpamanya  dalam memahami puisi terlebih dahulu dicari penjelasan kata-kata sulit, membubuhkan tanda penghubung, membubuhkan tanda baca. Dengan demikian, pemahaman akan tercapai.
 Proses penghayatan, dapat dilihat dari indikator yang dialami pembaca atau penonton (apresiator). Umpamanya saat kita  membaca novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck di mana percintaan dua anak manusia yang tidak kesampaian, begitu kita membaca surat terakhir Hayati yang  mengiba-iba dia menulis .selamat tinggal Zainuddin, dan biarlah penutup surat ini kuambil perkataan yang paling enak kuucapkan di mulutku dan agaknya entah dengan itu kututup hayatku di samping menyebut kalimat syahadat, yaitu: Aku cinta akan engkau, dan kalau kumati , adalah kematianku di dalam mengenangkan engkau”....
 Ketika kita membaca lalu  merenung, kemungkinan timbul perasaan sedih, gunda, dan iba, yang seakan-akan diri kitalah yang berlakon dalam surat itu. Di sisi lain, kita menyaksikan tayangan Trans TV acara Ekstravaganza, tanpa sadar kita terpingkel-pingkel tertawa karena kelucuan tokoh-tokohnya, menyaksikan banyolan di layar tancap, parodi  yang digelar oleh anak-anak teater,
Apabila kita  merasakan sedih, gembira, atau apa saja karena rangsangan bacaan atau tontonan tersebut seolah-olah kita mendengar, melihat sesuatu. Hal ini terjadi, berarti kita sebagai  apresiator sudah terlibat dengan karya yang sedang diapresiasinya itu.
            Proses penikmatan, timbul karena merasa berhasil dalam menerima pengalaman orang lain, yaitu bertambah pengalaman sehingga dapat menghadapi kehidupan dengan lebih baik; menikmati sesuatu dengan sesuatu itu sendiri, yaitu kenikmatan estetis. Indikator wilayah penikmatan, kita dapat bertanya kepada diri sendiri: Sudahkah saya menemukan pengalaman pengarang? Jika jawabnya ya, coba kita gambarkan bagaimana proses penemuan itu. Mungkin Anda tersentuh dengan latar  suatu cerita, umpamanya roman ateis  (Anda sudah mengenal Bandung) merasa nikmat ketika pengarang melukiskan bagaimana indahnya kota Bandung pada masa itu dengan delman, gadis-gadis yang berkebaya dan berpayung, serta latar yang sejuk dan rimbun dengan pepohonan. Selain rasa kagum, Anda merasa terlepas dari beban, merasa ada teman,  karena  nilai-nilai yang ditemukan sebagai penikmatan tersebut.
Penerapan, penerapan merupakan wujud perubahan sikap yang timbul sebagai temuan nilai. Apresiator yang telah menemukan/merasakan kenikmatan, memanfaatkan temuan tersebut dalam wujud nyata perubahan sikap dalam dunia nyata, perubahan sikap dalam kehidupan. Apresiator mendapat manfaat langsung dari bacaan tersebut.
Contoh Atheis, menemukan betapa goyahnya seorang pemeluk agama yang tidak disertai penguasaan ilmu. Dari temuan ini pembaca menemukan manfaat bagi dirinya. Ia berusaha melengkapi agamanya dengan ilmu.
Terjadi proses pengenalan, pemahaman, penghayatan, dan setelah itu penerapan. Rusyana, menyebutya dengan istilah tingkat-tingkat apresiasi, sementara  Sumarjo (1986) menyebut dengan langkah-langkah apresiasi.
Langkah-langkah dan tingkat apresiasi itu antara lain
  1. Tingkat pertama terjadi apabila seseorang mengalami pengalaman yang ada dalam sebuah karya. Ia terlibat secara intelektual, emosional, imajinatif dengan karya sastra.
  2. Tingkat kedua terjadi apabila daya intelektual pembaca bekerja lebih giat.
  3. Tingkat ketiga terjadi, apabila pembaca telah mampu menemukan ada tidaknya hubungan antara karya yang dibacanya dengan kehidupan

B. Apresiasi Puisi

         Seperti bentuk karya sastra lain, puisi memunyai ciri-ciri khusus. Pada umumnya penyair mengungkapkan gagasan dalam kalimat yang relatif pendek-pendek serta padat, ditulis berderet-deret ke bawah (dalam bentuk bait-bait), dan tidak jarang menggunakan kata-kata/kalimat yang bersifat konotatif.
         Kalimat yang pendek-pendek dan padat, ditambah makna konotasi yang sering terdapat pada puisi, menyebabkan isi puisi seringkali sulit dipahami.  Oleh karena itu, diperlukan langkah-langkah sebagai berikut untuk mengapresiasi puisi, terutama pada puisi yang tergolong ‘sulit’ yaitu:
1.      Membaca puisi berulang kali
2.     Melakukan pemenggalan dengan membubuhkan (a) garis miring tunggal     ( / ) jika di tempat tersebut diperlukan tanda baca  koma; (b) dua garis miring ( // ) mewakili tanda baca titik, yaitu jika makna atau  pengertian kalimat sudah tercapai.
3. Melakukan parafrase dengan menyisipkan atau menambahkan kata-kata  yang dapat memerjelas maksud kalimat dalam puisi.
4.  Menentukan makna kata/kalimat yang konotatif (jika ada).
5.  Menceritakan kembali isi puisi dengan kata-kata sendiri dalam bentuk prosa.
             Berbekal hasil kerja tahapan-tahapan di atas, unsur intrinsik puisi seperti tema, amanat/ pesan, feeling, dan tone dapat digali dengan lebih mudah. Berikut ini diberikan sebuah contoh langkah-langkah menganalisis puisi.

Mata Pisau
(Sapardi Djoko Damono)

Mata pisau itu tak berkejap menatapmu;
kau yang baru saja mengasahnya
berpikir : ia tajam untuk mengiris apel
yang tersedia di atas meja
sehabis makan malam
ia berkilat ketika terbayang olehnya urat lehermu

Tahap I      :   Membaca puisi di atas berulang kali (lakukanlah!)

Tahap II    :   Melakukan pemenggalan

Mata Pisau
(Sapardi Djoko Damono)

Mata pisau itu / tak berkejap menatapmu;//
kau yang baru saja mengasahnya /
berpikir : // ia tajam untuk mengiris apel /
yang tersedia di atas meja /
sehabis makan malam //
ia berkilat / ketika terbayang olehnya urat lehermu //

Tahap III   :   Melakukan parafrase

Mata Pisau
(Sapardi Djoko Damono)

Mata pisau itu / tak berkejap menatapmu;//
(sehingga) kau yang baru saja mengasahnya /
berpikir : // (bahwa) ia (pisau itu) tajam untuk mengiris apel /
yang (sudah) tersedia di atas meja /
(Hal) (itu) (akan) (kau) (lakukan) sehabis makan malam //
ia (pisau itu) berkilat / ketika terbayang olehnya urat lehermu //

Tahap IV   :   Menentukan makna konotatif kata/kalimat
Pisau adalah  sesuatu yang memiliki dua sisi, bisa dimanfaatkan untuk hal-hal yang           positif, bisa  pula disalahgunakan sehingga menghasilkan sesuatu yang buruk, jahat, dan mengerikan.
Apel  adalah  sejenis buah yang rasanya enak atau sesuatu yang baik dan  bermanfaat.
Terbayang  olehnya urat lehermu adalah sesuatu yang mengerikan.

Tahap V    :   Menceritakan kembali isi puisi

         Berdasarkan hasil analisis tahap I – IV di atas, maka isi puisi dapat disimpulkan sebagai berikut :
         Seseorang terobsesi oleh kilauan mata pisau. Ia bermaksud akan menggunakannya nanti malam untuk mengiris apel. Sayang, sebelum hal itu terlaksana, tiba-tiba terlintas bayangan yang mengerikan. Dalam hati ia bertanya-tanya, apa jadinya jika mata pisau itu dipakai untuk mengiris urat leher!
         Dari pemahaman terhadap isi puisi tersebut, pembaca disadarkan bahwa tajamnya   pisau memang dapat digunakan untuk sesuatu yang positif (contohnya mengiris apel),  namun dapat juga dimanfaatkan untuk hal yang negatif dan mengerikan (digambarkan  mengiris urat leher).
         Dengan memerhatikan hasil kerja tahap 1 hingga 5, dapat dikemukakan unsur-unsur intrinsik puisi “Mata Pisau” sebagai berikut :


No.

Definisi

“Mata Pisau”

1


Tema     :  Gagasan utama penulis
                 yang dituangkan dalam
                 karangannya.

Sesuatu hal dapat digunakan  untuk kebaikan (bersifat positif), tetapi sering juga disalahgunakan untuk hal-hal yang bersifat negatif. Contoh : anggota tubuh, kecerdasan, ilmu dan teknologi, kekuasaan dll.

2

Amanat  :  Pesan moral yang ingin  
                 disampaikan penulis
                 melalui karangannya

Hendaknya kita memanfaatkan segala hal yang kita miliki untuk tujuan positif supaya hidup kita punya makna

3

Feeling   :  Perasaan/sikap 
                  penyair terhadap
                  pokok persoalan  yang
                 dikemukakan dalam   puisi.  

Penyair tidak setuju pada tindakan seseorang yang memanfaatkan sesuatu yang dimiliki untuk tujuan-tujuan negatif.


4

Nada      : Tone yang dipakai 
                 penulis 
                 dalam mengungkapkan
                 pokok pikiran.

Nada puisi “Mata Pisau” cenderung datar, tidak nampak luapan emosi penyairnya.

         Kecuali keempat point di atas, perlu diperhatikan juga citraan (image) dan gaya bahasa yang terdapat dalam puisi. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Bottom Ad

Responsive Ads Here

Pages